Sejak 2018, BPOM telah mengimplementasikan 2D Barcode untuk produk obat-obatan dan makanan. Tujuan penerapannya yaitu meningkatkan kualitas, efektivitas serta efisiensi dari produk obat-obatan dan makanan yang beredar di pasaran dan digunakan oleh masyarakat. Penerapanya tidak terbatas untuk obat dan makanan, karena produk obat tradisional, suplemen kesehatan, kosmetik dan pangan olahan yang dibuat didalam negeri maupun import wajib menerapkan barcode ini.
1. 2D Barcode Untuk Obat dan Makanan

2D Barcode merupakan kependekan dari two dimensional barcode, yang merupakan gambaran digital atau grafis dari data tertentu, dimana data ini memiliki kapasitas decoding yang dapat terbaca untuk proses otentifikasi. Metode otentifikasi digunakan untuk tracing serta memastikan legalitas obat, juga memastikan nomor batch, ED (Expired Date), dan nomor serial pada obat-obatan.
Saat ini pelaku usaha wajib memiliki 2D Barcode karena hal ini sudah diatur dalam peraturan BPOM. Bukan hanya makanan saja yang harus memiliki 2D Barcode, karena obat-obatan juga wajib memiliki barcode ini. Jenis produk yang wajib memiliki barcode ini bukan hanya makanan yang berasal dari dalam negeri saja, produk import juga wajib memilikinya.
Penerapan dilakukan pada obat, obat tradisional, obat kuasi (sediaan yang mengandung bahan aktif dengan efek farmakologi), suplemen kesehatan, kosmetik, dan pangan yang diolah. Meskipun penerapannya diwajibkan, ada beberapa pengecualian produk yang tidak membutuhkan penggunaan barcode ini, misalnya produk obat-obatan dengan label emergency use authorization (EUA).
2. Metode 2D Barcode

Metode otentifikasi merupakan metode tracing, memastikan legalitas serta kebenaran dari nomor batch, nomor serial, ED (Expired Date) pada obat-obatan. Sedangkan identifikasi merupakan metode untuk memverifikasi legalitas obat-obatan melalui izin edar. Metode otentifikasi dilakukan untuk obat-obatan golongan obat keras, narkotika dan psikotropika. Metode otentifikasi sendiri menggunakan kode yang berupa angka dan huruf yang diterbitkan oleh BPOM atau Pelaku Usaha Mandiri. Konversi dari kode menjadi barcode ini dilakukan oleh Pemilik Usaha.
Otentifikasi dilakukan pada golongan obat bebas, obat bebas terbatas, obat tradisional, obat kuasi dan suplemen kesehatan. Meskipun golongan obat keras dari Industri Farmasi umumnya menggunakan metode otentifikasi, golongan obat keras radiofarmaka wajib menerapkan metode identifikasi dengan sistem agregasi. Sistem agregasi sendiri merujuk pada kode khusus yang memuat informasi detail produk pada kode primer, yang kemudian tercantum pada kode sekunder. Disini detail kode primer dan sekunder juga tercantum dalam kemasan tersier.
Baca juga… Jenis-Jenis dan Fungsi Penting Embalase Obat di Apotek
3. Manfaat 2D Barcode Untuk Apotek

Penggunaan barcode memiliki manfaat untuk mencegah peredaran obat ilegal atau palsu di Indonesia. Dengan barcode, setiap produk obat-obatan dapat di-tracing dengan mudah, sehingga obat-obatan ilegal bisa dihentikan peredarannya dan tidak membahayakan masyarakat. Untuk Apotek sendiri, hal ini ini bisa dimanfaatkan untuk mengetahui trend obat-obatan yang sedang sering digunakan.
Berdasarkan regulasi, 2D Barcode wajib dicantumkan oleh Industri Farmasi yang memiliki izin edar, dimana metode otentifikasi dilakukan untuk obat keras, narkotika, dan psikotropika paling lama 9 (sembilan) tahun. Sedangkan metode identifikasi dilakukan untuk golongan obat bebas, obat bebas terbatas, obat tradisional dan suplemen kesehatan paling lama 5 (lima tahun) sejak izin edar dan saat penerapan regulasi ini mulai berlangsung (tahun 2019).
Obat-obatan yang sudah memiliki 2D Barcode wajib dilaporkan penerimaan, pengeluaran, dan jumlah returnya ke PBF (jika ada), pelaporan dilakukan lewat aplikasi Track and Trace BPOM, yang bisa diakses melalui situs berikut (www.ttac.pom.go.id) atau aplikasi pada perangkat masing-masing dengan nama BPOM Mobile.
Jika belum tahu cara melaporkannya, berikut Gmin rangkumkan caranya secara singkat dan jelas:
- Login ke aplikasi BPOM Mobile
- Lengkapi data dan verifikasi akun
- Pilih menu “Terima Produk” dan scan produk menggunakan BPOM Mobile
- Lakukan verifikasi data sampai terjadi perubahan status produk menjadi “Terima”
Selain pelaporan, jangan lupa untuk selalu meng-update jika melakukan penjualan atau melakukan retur ke PBF. Untuk caranya sendiri sama, namun Anda perlu memilih menu yang berbeda, jika terjadi penjualan, pilih menu “Jual Produk” dan jika ingin retur, pilih menu “Retur” dan isi alasan pengajuan retur untuk melanjutkan proses berikutnya.
Baca juga… Panduan Retur Barang Apotek: Pengertian, Proses dan Jurnal Akuntansi
Untuk menggunakan Track and Trace dalam pelaporan obat, Apotek wajib mengisi data-data penting berupa NPWP, nama Apotek, alamat, nama penanggung jawab atau pengelola akun Track and Trace dan data penting lainnya. Ingat untuk mengisi data dengan benar agar akun Anda terverifikasi ya!
4. Penerapan Pada Kemasan Obat

Barcode ini wajib diterapkan pada kemasan primer obat. Namun ada pengecualian untuk obat tradisional, obat kuasi dan suplemen kesehatan, dimana jenis obat-obatan ini diperbolehkan untuk mencantumkan dalam kemasan sekunder. Kemasan sekunder sendiri berupa kemasan tunggal, kemasan primer blister, kemasan primer strip, kemasan tube, kemasan stick pack, kemasan primer untuk suppositoria, clip plastik, dan kemasan dengan permukaan label kurang dari 10 meter persegi.
Mengacu pada Keputusan Kepala BPOM No. 284 Tahun 2023, bisnis Apotek sebagai fasilitas pelayanan kefarmasian wajib melakukan pelaporan pengelolaan obat yang menggunakan 2D Barcode dengan metode otentifikasi. Pelaporan ini harus dilakukan secara transparan, bertanggungjawab, berkualitas dan dilakukan secara bertahap. Pelaporan ini dilakukan selambat-lambatnya pada 7 Desember 2024, dengan tujuan evaluasi metode pada Fasilitas Distribusi dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan, yang akan dilakukan oleh BPOM.
Sumber:
Bersama Lindungi Masyarakat Indonesia Melalui Penerapan 2D Barcode. (2023). Diakses pada 24 September 2024 dari https://www.pom.go.id/berita/bersama-lindungi-masyarakat-indonesia-melalui-penerapan-2d-barcode
Sosialisasi Peraturan Badan POM Nomor 22 Tahun 2022 tentang tentang Penerapan 2D Barcode dalam Pengawasan Obat dan Makanan. (2023). Diakses pada 24 September 2024 dari https://standar-otskk.pom.go.id/kegiatan/sosialisasi-peraturan-badan-pom-nomor-22-tahun-2022-tentang-tentang-penerapan-2d-barcode-dalam-pengawasan-obat-dan-makanan