Sebagai seorang Apoteker, Anda punya kewajiban untuk membayar pajak penghasilan (PPh) atas penghasilan yang diperoleh. Kewajiban pajak ini berlaku bagi semua Apoteker, baik yang bekerja atau menjadi karyawan di Apotek, Rumah Sakit, Klinik, maupun Apoteker yang membuka praktik sendiri.
Kewajiban perpajakan bagi Apoteker dibagi menjadi 2 macam berdasarkan statusnya. Yuk simak artikelnya di bawah ini.
Kewajiban Pajak Apoteker Sebagai Karyawan

Apoteker dengan status karyawan biasanya bekerja pada suatu instansi, seperti Apotek, Rumah Sakit dan sejenisnya. Apoteker yang berstatus karyawan ini disebut dengan Wajib Pajak Orang Pribadi/ WP OP.
1. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
Setiap karyawan wajib memiliki NPWP. Nomor ini digunakan sebagai identitas wajib pajak dan untuk keperluan perpajakan. Anda dapat mendaftarkan NPWP secara online melalui situs web Direktorat Jenderal Pajak (DJP) atau melalui Kantor Pelayanan Pajak (KPP) terdekat.
2. Membayar Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21
PPh Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan karyawan yang dipotong langsung oleh pihak pemberi kerja (Apotek, Rumah Sakit, Klinik dll) dari gaji Anda. Potongan PPh Pasal 21 ini sudah termasuk dalam gaji yang Anda terima setiap bulannya.
Pemotongan ini dilakukan setiap bulan sesuai dengan norma perpajakan yang berlaku. Apoteker dengan status karyawan tidak harus menghitung pajak sendiri karena sudah dilakukan oleh pihak pembeli kerja.
Bukti pemotongan setiap bulan biasanya akan direkap dan diberikan setelah tahun pajak berakhir (sekitar bulan januari atau februari). Bukti pemotongan PPh 21 ini disebut dengan Formulir 1721.
3. Melaporkan SPT Tahunan PPh
Dari bukti potong Formulir 1721 tadi, langkah selanjutnya adalah melaporkan SPT Tahunan PPh. Anda bisa melaporkannya secara online melalui situs web DJP atau melalui aplikasi DJP Online. Bagi Apoteker dengan status karyawan bisa mengisi Formulir SPT Tahunan PPh 1770S.
Batas waktu pelaporan SPT Tahunan PPh untuk karyawan adalah 31 Maret setiap tahunnya.
Sebelum itu, ada harus siapkan dokumen pendukung yang diperlukan untuk melaporkan SPT Tahunan PPh, yaitu bukti potong PPh Pasal 21 (Formulir 1721), daftar harta dan utang.
Kewajiban Pajak Apoteker Buka Apotek/ Praktek Sendiri

Selain bekerja sebagai karyawan di fasilitas kesehatan, profesi Apoteker bisa juga membuka Apotek atau praktek sendiri. Kewajiban Apoteker dengan status ini cukup berbeda dari jenis penghasilannya.
Apoteker yang buka praktek Apotek sendiri memiliki penghasilan dari usahanya. Formulir yang diisi juga berbeda dari Apoteker sebagai karyawan. Ada beberapa kewajiban perpajakan yang harus dipenuhi.
1. Membayar Pajak Penghasilan (PPh) Final UMKM
Bagi Apoteker yang memiliki omzet atau peredaran bruto tidak lebih dari Rp 4,8 miliar per tahun termasuk dalam kategori UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah). Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008, UMKM akan dikenakan PPh Final dengan tarif 0,5% dari peredaran bruto/ omzet.
Tata cara hitung ini dapat memudahkan Apoteker dalam menghitung besaran pajak yang harus dibayarkan. Tanpa menghitung laba rugi, Apoteker cukup mengalikan tarif 0,5% dengan omzet Apoteknya.
Contohnya, Apoteker Gmin memiliki Apotek GPOS yang telah menjadi wajib pajak. Penghasilan kotor/ peredaran bruto/ omzet Apotek GPOS selama setahun sebesar Rp 100 juta. Maka, PPh Final UMKM yang menjadi kewajiban Apoteker Gmin adalah Rp 500 ribu (Rp 100 juta x 0,5%).
2. Membayar Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Selain PPh atas penghasilan atas usahanya, Apoteker juga memiliki kewajiban memungut dan menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) jika sudah PKP (peredaran bruto lebih dari Rp 4,8 miliar per tahun). Tarif PPN sendiri adalah 11% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP) yang diambil dari nilai jual/ nilai invoice-nya.
Baca juga: Kelebihan Sistem Kasir Apotek Berbasis Digital
Contohnya, Apotek GPOS sudah memiliki peredaran bruto lebih dari Rp 4,8 miliar per tahun dan sudah ditetapkan jadi PKP. Pada bulan Januari 2024 terdapat penjualan Apotek sebesar Rp 12 juta. Maka Apotek GPOS wajib memungut 11% dari Rp 12 juta (Rp 1.320.000) dan menyetorkannya setiap bulan.
3. Membayar Pajak Lainnya
Selain PPh Final UMKM dan PPN, Apoteker yang membuka praktek Apotek sendiri juga mungkin perlu membayar pajak lainnya, seperti Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
4. Melaporkan SPT Masa dan SPT Tahunan
Apoteker yang membuka praktik Apotek sendiri wajib melaporkan SPT Masa PPh Final dan PPN secara berkala, serta SPT Tahunan PPh Final dan PPN.
Batas waktu pelaporan SPT Masa dan SPT Tahunan:
- SPT Masa PPh Final: 15 hari setelah akhir masa pajak
- SPT Masa PPN: 10 hari setelah akhir masa pajak
- SPT Tahunan PPh Final: 31 Maret setiap tahunnya
Dokumen yang diperlukan untuk melaporkan SPT Masa dan SPT Tahunan:
- Bukti potong pajak
- Faktur pajak
- Bukti pembayaran pajak
Kewajiban Pajak Apoteker Status Karyawan dan Punya Apotek/ Praktek Sendiri

Apoteker juga bisa memiliki 2 status, jadi karyawan Apotek dan juga memiliki Apotek sendiri. Selain dipotong dari penghasilan rutin dari perusahaan, Apoteker dengan status ini juga punya kewajiban menyetorkan PPh Badan ataupun PPh Final UMKM (jika omzet di bawah Rp 4,8 miliar per tahun).
Pajak yang sudah dipotong oleh Apotek, Rumah Sakit, Klinik wajib dll wajib dilaporkan sekali setiap tahunnya. Anda bisa menggunakan formulir SPT PPh Tahunan orang pribadi yakni Formulir SPT 1770, Formulir SPT 1770 S atau Formulir SPT 1770 SS
Itulah kewajiban pajak yang harus Apoteker penuhi dalam setahun. Baik Apoteker yang memiliki Apotek sendiri maupun yang bekerja sebagai karyawan di Apotek, Rumah Sakit dan fasilitas kesehatan lainnya punya kewajiban pajak sendiri. Pastikan Anda memahami dan memenuhi kewajiban pajak Anda untuk membantu membangun negara yang lebih maju.
Sumber:
https://www.online-pajak.com/